Udah lama ga nulis cerpen nih. Baiklah.. untuk postingan
kali ini bakal nulis cerpen cinta. Cerita ini diangkat dari kisah teman saya
*udah izin ko, ada surat kuasanya hahaha*. Untuk kebaikan dia, saya samarkan
namanya menjadi Mawar. Oh udah biasa ya, nanti Marwan marah *korban iklan*.
Baiklah akan saya samarkan menjadi Dea. Daripada bertele-tele (bukan telepati,
telegrap atau telepon :D *ngegeje lagi*)
langsung saja. Yuk ah.
Dear Someone,
Dea mulai menulis kata-kata diblognya. Raut wajahnya kusam
tampak tak bersemangat.
Suddently, you came
and suddently, you left.
Suddently, this feeling was rising up.
The feeling I’ve never felt that I was giving up.
Love? I don’t know. I don’t know exactly.
I just…
Ia menulis sebuah puisi, puisi terpotong tanpa akhir yang
jelas. Ia tertidur. Beberapa menit berlalu, ia terbangun dari tidur singkatnya,
dan berfikir.
“Salah gue.. salah gue apa ya? Salah ya? Salah kali ya gue
hidup. Salah kali ya gue lahir. Salah ya? Aduh..” Dea tampak bingung.
Ia menoleh kebelakang. Hanya televisi yang bergumam. Ia
menoleh kesamping kanan, hanya schedule board yang berteriak akan deadlinenya.
Ia menoleh kesamping kiri, hanya tembok yang diam dalam lamunanya. Lalu ia
menoleh kebawah, hanya imajinasi akan bayangan seseorang. Bayangan semu. Kemudian
Dea membukan word, mulai menulis sesuatu.
Aku tak mengharap kehadiranmu, namun tiba-tiba kau datang.
Aku senang. Ya, jujur aku senang. Menjalin silaturahmi dengan mu itu baik. Pikirku saat itu dan.. tentunya saat ini. Tapi belakangan ini aku merasa
terkekang. Terkekang sesuatu yang kubuat sendiri. Ku buat? Bolehkah ku ralat
kalimat ku tadi? Aku tak membuat hal itu mengekangku. Keadaan, mungkin keadaan
yang mengekangnya.
Aku ingat, seseorang berjalan menghampiriku dan aku berdiri
disuatu tempat. Oh tampaknya itu kau. Sebuah perjumpaan untuk sebuah
silaturahmi. Hal itu berlalu, dan menghantuiku akan dua buah pertanyaan.
Inikah? Diakah? Mungkinkah..
Ketikan Dea terhenti, lalu ia memainkan playlist lagunya.
“When I met you, I didn’t know what you were gonna do with
my heart”.
Dea lanjut mengetik.
Guess what? Aku ikuti alur permainan ini.
Aku beruntung hidup di zaman ini. Era berteknologi canggih
yang mengantarkanku lebih jauh mengenalmu. Kau menyenangkan. Membuatku
tersenyum gila. Aku ingat banyak kata-kata yang membuatku tertawa. Semua
kalimat-kalimat itu aku ingat tanpa menghapalnya, tak sesulit menghapal materi
kuliah untuk ujian. Begitu mudahnya. Aku tersenyum setiap kali memutar memori
itu. Aku senang.
Suatu saat disuatu perjumpaan. Disaat itulah semua berubah. Entah
hati yang berlalu sudah membeku, entah raga ini sudah tak bernyawa, atau entah kutub
utara itu sudah tak bisa mencair lagi. Waw. Aku bertepuk tangan padamu. Tepuk
tangan sangat meriah. Kau membuatnya berubah. Kau hebat. Hanya suatu moment
dalam beberapa detik kau membuat rasaku berubah. Sebuah moment yang nampaknya
romantis namun berubah komedi autis. Tapi aku suka itu. Hingga saat inipun aku
tulis kalimat ini, aku tertawa. Lucu. Ya, mungkin bagimu tidak lucu. Tapi aku
tertawa. Gila. Benar. Aku gila.
Dea berhenti mengetik dan memutar sebuah lagu di winnampnya.
“..Kita telah lewati rasa yang pernah mati bukan hal baru
bila kau tinggalkan aku..”
Kemudian Dea membuka tab Ms.Word kembali.
Lagu ini cerminan hidupku. Kurasa begitu. Mungkin beberapa
tahun lalu sejarah hidupku seperti itu. Jadi, bukan hal baru bila kau
tinggalkan aku. Seperti saat ini, seperti yang terungkap dalam lagu itu. Huh.
Aku menghela nafas. Nafas panjang agar terbangun dari imajinasi yang kubuat
sendiri. Tapi tunggu. Jika aku boleh protes layaknya pendemo memprotes kenaikan
BBM, ini bukan imajinasi yang aku buat sendiri dan tiba-tiba bercerita seperti
sinetron yang tak ada ujungnya. Imajinasi ini muncul karena kau. Orang bilang,
aku sang pemimpi, terlalu tinggi imajinasi. Ya inilah aku. Karena aku senang
bermain dalam imajinasiku. Ya beginilah aku. Hidup dalam dunia dongengku
sendiri.
Aku tak tahu mengapa tiba-tiba kau datang dan tiba-tiba kau
pergi. Kau hantu ya? Kau makhluk apa sebenarnya? Alien? Yang datang
menghancurkan bumi dan pergi setelah mereka menang? Aku berharap kau bukan
seperti itu. Kau baik. Kau bukan orang jahat atau kriminal karena kau tercatat
sebagai orang baik. Ya, kau baik. Mungkin hanya saja aku yang melebih-lebihkannya.
Aku harus bercermin pada sikapku sendiri. Mungkin aku yang tidak baik untukmu. Mungkin
aku yang jahat padamu. Sempat suatu ketika terlintas aku memang tak baik dan
tak sesempurna yang kau bayangkan. Jauh dari harap dan bayang kekasihmu dulu.
Aku hanya seorang.. ah seorang yang dibawah biasa saja. Tapi ya inilah aku
dengan segala kekuranganku. Orang bilang tidak ada manusia yang sempurna dalam
hidup ini. Ya, akulah bagian dari kalimat itu. Tapi aku akan membuat
pengecualian dari kalimat tersebut. Memang tidak ada orang yang sempurna
didunia ini, tapi, kaulah yang mendekati kesempurnaan itu.
Dea beranjak dari kursinya dan menemukan sebuah kertas
dilaci meja. Kertas putih yang terukir tinta hitam berisikan sebuah lirik,
lirik tanpa nada.
“Pernah kujumpa dirinya,
berdebar hatiku,
inginku dekatinya,
namun kuragu, kutakut terjatuh.
Apakah kau bidadariku? Atau hanya kembali menjadi luka
dihatiku”.
Dea duduk kembali didepan komputernya sambil membaca secarik
kertas itu.
“Waw. Lirik tanpa nada. Lirik belum sempurna nampaknya. Akan
gue coba buat lagu itu deh, liriknya bagus” ujar Dea dalam hati.
Lalu dea melanjutkan rangkaian kata tersebut dengan tulis
tangannya.
“Harusnya aku yang bertanya, apakah kau malaikatku? Atau
hanya kembali menjadi luka dihatiku.
Biar Tuhan yang menjawab
tanya dalam benak.
Biar Tuhan yang tahu
Apakah kau yang tepat untukku dapat.”
Dea tak melanjutkan ketikannya. Lalu ia menyimpan kertas itu
kembali. Dan. Tanpa sadar, ia tertidur. ***
Oke that's all yang bisa saya reblog :D