Sabtu, 27 Agustus 2011

Kucing, Kucang dan Kacungnya


Disebuah gubung tua dengan rotan yang banyak berlubang karena dimakan setan, tinggalah seorang anak laki-laki berusia 12,5 tahun. anak laki-laki tersebut kita sebut saja dia Kucang. Kucang pandai menyanyi, pandai menari, pandai menjahit, pandai memasak, pandai mencuci dan pandai besi -oh bukan itu yang saya maksud- Kucang memelihara seekor kucing. Kucang memang terlahir sebatang pohon (sebatang kara maksudnya). Ia dibesarkan oleh seseorang yang dikirim via pos, seseorang yang entah bego atau entah terlalu baik, sukarela merawat Kucang dari sejak lahir. Sebut saja orang itu kacung si Kucang yang berusia 23,9 tahun. Suatu pagi, Kucang pergi ke sungai untuk memandikan kucing.
“Ah, dasar kacung nyebelin. masa hari ini aku ga ditemenin ke sungai. kalo aku kejebur gimana? kalo aku kepeleset terus aku hanyut gimana? kalo aku kelelep gimana? kalo aku ketemu bidadari sih ga apa-apa…” ujar Kucang menggerutu diperjalanan hutan menuju sungai
“meong meong meong…” si Kucing mengeong sepanjang jalan kenangan.
“tuaaan tuaaaan tuan mudaaa… tunggu saya, maafkan saya tadi kesiangan” teriak si Kacung dari kejauhan sambil berlari menghampiri Kucang.
“alasan kamu. bilang saja kamu sudah bosan menemaniku, ia kan?” Kucang masih kesal.
Kacung tak menjawab apa-apa. ia hanya tak ingin membuat keributan di hutan yang sepi tentram nan damai ini.
“Sudah, lepaskan aku. biarkan aku pergi dari kehidupan kamu. kita sudah berakhir.” terdengar teriakan wanita dengan nada emosi dari suatu sudut hutan. Kucang dan Kacungnya mencari-cari dimana suara tadi. Setelah satu abad lamanya mereka mencari dimana sumber suara itu, akhirnya mereka menemukannya. Suara tersebut adalah suara burung unta betina yang sedang main sinetron didahan pohon bersama lawan mainnya, semut merah yang gagah. Kucang dan Kacungnya heran, mengapa hewan2 disini bisa berbicara. padahal mereka sudah hampir 12,5 tahun tinggal di hutan ini tak pernah menemukan hal-hal gaib.
“hei-hei kenapa kalian bisa berbicara?” Kucang mendekati dua ekor binatang yang sedang beradu akting tersebut.
“emangnya manusia terus yang bisa berbicara? diskriminasi!!” jawab si burung unta betina.
“saya juga dari dulu bisa bicara” kata Kucing yang sedari tadi dipeluk oleh Kacung dengan nada suara seperti bapak-bapak.
Kucang dan Kacungnya tak bisa berkata apa-apa dan langsung pingsan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar